Di salah satu sudut Pondok Pesantren Nurul Falah tepatnya di depan kamar besar, suasana malam itu begitu hangat dan damai. Para santri duduk bersila, sembari melantunkan nadzoman tanwirul hija. Malam yang biasanya penuh semangat justru kali ini menghadirkan pemandangan penuh makna dan kelembutan.
Pak Ifham, salah satu asatidz yang dikenal sabar dan penuh kasih, duduk di barisan depan sambil memegang buku absen. Di sampingnya, seorang santri kecil bernama Syahdan terlihat tertidur pulas, bersandar di pundaknya. Wajahnya tenang, seolah menemukan tempat paling nyaman di dunia: pundak gurunya.
Pak Ifham melirik ke arah Syahdan. Tak ada amarah, tak ada teguran. Hanya senyum tipis yang penuh pengertian. Ia tahu, Syahdan telah melalui hari yang panjang, menghafal, belajar, dan mengikuti kegiatan pondok tanpa henti. Rasa lelah itu kini tertumpah dalam tidur damainya di tengah kegiatan malam.
Di belakang mereka, para santri lain sesekali melirik, sebagian tersenyum. Pemandangan sederhana itu mengajarkan lebih dari sekadar ilmu fiqih atau nahwu – ia mengajarkan arti kasih, ketulusan, dan hubungan antara guru dan murid yang lebih dalam dari sekadar ruang kelas.
Begitulah kehidupan di Nurul Falah DYF. Ilmu ditanamkan bukan hanya lewat lisan, tapi juga lewat keteladanan. Dan malam itu, Pak Ifham dan Syahdan menjadi bukti hidup bahwa pondok bukan hanya tempat menuntut ilmu – tapi juga tempat pulang, tempat bersandar, tempat tumbuh dengan cinta.
Masnya alloh, kira kira pak Ifham Mau nggak ya nikah sama saya
BalasHapus