Mengaji dan memasak : perpaduan sempurna dalam kisah kang Atok

0

Di sebuah pesantren yang tenang dan asri, jauh dari hiruk pikuk kota, hiduplah seorang jantan bernama Kang Atok. Ia bukanlah kiai atau ustaz pengajar kitab, melainkan sosok penting yang bertanggung jawab atas urusan perut para santri: juru masak utama pesantren. Setiap hari, dari subuh hingga malam, aroma masakan Kang Atok selalu memenuhi penjuru dapur umum. Dari nasi sayur terong yang gurih untuk sarapan, sayur  yang kaya rasa, hingga lauk pauk sederhana namun selalu habis tak bersisa, semua masakan Kang Atok selalu dinanti-nantikan.


Banyak yang bertanya-tanya, apa rahasia Kang Atok? Bahan-bahannya sederhana, peralatan dapurnya pun seadanya. Namun, setiap hidangan yang ia sajikan terasa begitu istimewa, seolah memiliki sentuhan magis yang menghangatkan bukan hanya perut, tapi juga hati para santri.
Namun, hanya sedikit yang tahu rahasia di balik kelezatan ajaib itu. Bukan pada bumbu rahasia yang turun-temurun, bukan pula pada teknik memasak yang rumit. Rahasia Kang Atok terletak pada kebiasaan uniknya yang dilakukan sebelum ia menyentuh wajan atau pisau: mengaji.
Setiap kali akan mulai memasak, Kang Atok selalu lebih dulu menunaikan shalat sunah, lalu duduk tenang di sebuah sudut sepi di dapur, dekat tempat sayur. Ia membuka lembaran Kitab Fathul Wahab, sebuah kitab fikih klasik yang biasa dipelajari di pesantren. 
Dengan khusyuk, ia merenungi makna pelajaran dari kitab kuning tersebut sembari mengupas bahan bahan masakan.



Bagi Kang Atok, mengaji bukanlah sekadar rutinitas wajib, melainkan sumber inspirasi dan ketenangan yang tak terbatas. Setiap pemahaman atas makna dan nilai-nilai luhur dalam kitab tersebut, diyakini dapat membangkitkan ketenangan dan konsentrasi yang luar biasa dalam dirinya. Ia percaya, dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih, ia bisa merasakan setiap bahan yang ia pegang, setiap aroma yang menguar, dan setiap proses memasak dengan lebih dalam. Hal ini secara ajaib meningkatkan kreativitasnya dalam memadukan rasa, menemukan sentuhan baru, dan memastikan setiap hidangan yang ia sajikan mencapai kesempurnaan. Kelezatan, bagi Kang Atok, bukan hanya soal lidah, tapi juga soal jiwa yang bersih dan berkah.

Kang Atok yakin, keberkahan dari ilmu yang ia dapatkan dari Kitab Fathul Wahab meresap ke dalam setiap adukan bumbu, setiap irisan sayur, dan setiap nyala api di dapurnya. Hasilnya? Masakan yang tak hanya lezat di lidah, tetapi juga bermanfaat dan membawa kebahagiaan serta keberkahan bagi seluruh santri yang mengonsumsinya. Ia tidak hanya memasak untuk mengenyangkan perut, tetapi juga untuk berbagi energi positif dan keberkahan kepada mereka yang sedang menuntut ilmu.

Kisah Kang Atok adalah sebuah contoh nyata bahwa kesabaran, ketekunan, dan kreativitas yang dilandasi spiritualitas dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Melalui perpaduan unik antara mengaji dan memasak, Kang Atok tak hanya menciptakan hidangan yang sempurna, tetapi juga berbagi kebahagiaan dan keberkahan di lingkungan pesantren. Sebuah pengingat bahwa kelezatan sejati seringkali berakar pada hal-hal yang tak terlihat: ketenangan hati dan keikhlasan jiwa yang senantiasa terhubung dengan Ilahi.

Foto kang atok ketika berangkat syawir Fathul Wahab : 


Foto ketika di dalam kelas musyawaroh : 


Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Accept !